Sunday Short Story: Ambivalen
Short Story by Pradana Bintang Syawali
“Selamat
siang pak, Anda sudah ditunggu di ruang rapat.” Ujar sekretaris pribadi manajer
perusahaan itu. Suara tersebut memecahkan lamunan seorang pria yang sedang
duduk di kursi yang nyaman sambil menatap keluar jendela. Gedung kantor yang memiliki
5 lantai tersebut adalah miliknya. Memang sekilas terdengar biasa saja tetapi,
perusahaan tersebut hampir memiliki kantor perwakilan di setiap ibukota di
berbagai negara Asia bahkan di luar Asia.
Lalu
ia pun berjalan keluar ruangan tersebut. Dia adalah orang dengan perawakan
berwibawa, bijaksana, tegas, namun murah senyum dan bersahabat. Terlihat dari
cara pegawainya menyapa dengan sedikit menunduk lalu di balas dengan senyuman
dan jabatan tangan. Sebut saja tukang nasi goreng keliling, dari sepuluh tukang
nasi goreng yang kau temui, mungkin 2 diantaranya berada dibawah naungan anak
perusahaan pria itu. Perusahaan tersebut memiliki nama PT. Indurasmi. Lalu ia
pun masuk ke ruang rapat. Di dalam ruangan tersebut terdapat perwakilan dari
cabang kantor di berbagai negara seperti, Inggris, Amerika, dan berbagai negara
lainnya.
“Mari
kita mulai rapatnya,” mulainya di ruangan tersebut sambil duduk di kursinya “bagaimana
progress ekspansi kita?”. “Pengurusan Izin untuk membangun kantor kita ke dua
di Inggris sudah dilaksanakan dan sekarang kita sudah tahap pembangunan kantor
tersebut.” Sahut Sir Thomas. Sir Thomas adalah seorang manager yang ditunjuk
untuk mengawasi dan memiliki wewenang di Inggris. “Berita bagus untuk memulai
rapat pada hari ini –“ belum sempat menyelesaikan kalimatnya, pimpinan tersebut
disela oleh Sir Thomas.
“Tapi
pak Aksa, “ sela Sir Thomas. Ya nama pemilik perusahaan tersebut adalah Aksama
Retisalya, lebih akrab disapa dengan panggilan Aksa. “Tapi apa Sir Thomas?”
tanyanya penasaran. “Tapi pak, salah seorang karyawan kita baru saja ada yang
tewas tertembak oleh orang tak dikenal.” Lanjut Sir Thomas. Berita tersebut
sontak membuat Aksa kaget, namun tak heran baginya di dunia industri apalagi
perusahaan miliknya sudah maju dan berkembang pesat selalu saja ada yang ingin
menjatuhkannya. “Sudah di urus jasad tersebut Sir?” tanya Aksa kepada Sir
Thomas.
“Sudah,
pak” sahutnya. “Apakah kamu tau siapa yang menyuruh pelaku?” “Si lokawigna, pak”. Beberapa manager
muda yang baru bekerja memiliki tatapan yang bingung seakan bertanya, ‘siapakah dia?’. “Baiklah, mari kita
akhiri rapat hari ini. Terima kasih atas waktunya” tutup Aksa lalu ia pun keluar.
“Bagaimana
ini?! Aku hamil dan kamu malah selingkuh!” Bentak Rahmi kepada Dika yang sudah
menghamilinya. Waktu itu Dika membujuk Rahmi untuk mau melakukan hubungan
terlarang tersebut di sebuah hotel. “Aku janji aku akan bertanggung jawab
nantinya deh” kata Dika sambil mengangkat jari kelingkingnya, sebuah simbol
perjanjian yang lumrah. Tetapi, setelah beberapa minggu Rahmi dinyatakan hamil
oleh dokter kandungan Dika pun menghilang. ‘Dasar
wanita murahan, baru janji begitu saja langsung dipercaya, mana mau aku jadi
seorang ayah umur segini’ Gumam Dika. Rahmi, sekarang hatinya hancur berantakan,
ia mengetahui bahwa Dika sedang bermesraan dengan wanita lain, lelaki yang ia
cintainya –tidak ia sekarang membencinya tetapi masih berharap agar Dika mau
menepati janjinya. Rahmi yang saat itu sudah tak memiliki Orang Tua dikarenakan
kecelakaan saat pergi dinas keluar kota, sehingga ia tinggal bersama bude nya
di Jakarta. ia kebingungan setengah mati, karena ia tau pasti akan di usir dari
rumah apabila ketahuan hamil. Namun nasi
sudah menjadi bubur, lambat laun bude nya pasti akan mengetahuinya.
Hingga suatu hari, “Keluar kamu dari rumah ini, anak setan!” Hardik bude Sumiyati kepada Rahmi. “ta-ta-tapi bude,” air mata Rahmi pun mengalir di pipinya tanpa ia sadari. “Gak ada tapi tapi an! Kamu sudah membuat bude malu akan kelakuan kamu, kamu tau ngga?! Kamu sudah menjadi buah bibir sama tetangga sini!” bentak bude sambil mengeluarkan pakaian Rahmi dari lemari dan memasukkannya kedalam tas. “budeee, maafkan Rahmi…” jawab Rahmi yang air matanya semakin mengalir deras, “Rahmi gatau harus kemana lagi bude…” rengeknya seperti anak kecil meminta mainan. “B-O-D-O A-M-AT ! itu urusan kamu dengan ayah bayi kamu, minta pertanggung jawaban sana sama dia!” sahut bude yang sudah melemparkan barang-barang milik Rahmi keluar dari kamar. “udah sana! Keluar dari rumah ini!” bude mengusir Rahmi dengan mendorongnya keluar rumah. Brak!, pintu dibanting oleh bude menutup di balik punggung rahmi. ‘yang sabar ya nak’ kata rahmi kepada janin di perutnya. Dia dapat merasakan tatapan tatapan yang tidak mengenakkan dari tetangganya yang menyaksikan kejadian tersebut. Rahmi hanya dapat menangis dan berjalan dengan gontai.
Hari demi hari, pekan demi pekan, bulan demi bulan hingga tibalah
saatnya…
stretcher1. Brak, pintu ruang UGD dibuka karena dorongan dari stretcher tersebut. Sebelumnya, Rahmi ditemukan tergeletak di pinggir jalan oleh seseorang, tanpa berpikir lama ia pun langsung menelfon ke nomor darurat. Sesampai nya di sana tim medis pun langsung bergegas mengangkut Rahmi dan bayi yang dikandungnya untuk kedalam mobil ambulans dan sesegera mungkin ke rumah sakit. Di tengah jalan, salah seorang petugas menelfon ke dokter kandungan yang sedang bertugas untuk segera bersiap-siap di ruang UGD karena akan ada pasien yang datang dan kemungkinan besar siap melahirkan. Sesampainya diruang UGD, dokter kandungan yang sudah menunggu pun langsung beraksi. Dia berusaha menyadarkan sang ibu terlebih dahulu agar memudahkan proses bersalinnya. “eehh…” gumam Rahmi kebingungan, ‘dimana aku? Mereka siapa?’. “Akhirnyaaa,” ucap sang dokter kandungan dengan lega “ibu sekarang berada di rumah sakit, kami bantu persalinannya ya bu”. “kok saya bisa disini?” tanya Rahmi dengan penasaran. “iyaa tadi ada yang menelfon, ibu sedang berbaring di pinggir jalan” “boleh saya tahu dok siapa yang menelfon?” “mohon maaf ibu, orangnya tidak mau ikut dan kami pun tidak tau siapa namanya”.
“aahh, perut saya dok” Rahmi mengerang kesakitan karena merasakan perutnya sedang kontraksi. “baik ibu, kita mulai ya persalinannya” ucap dokter kandungan menenangkan “tarik nafas dalam dalam bu” Rahmi pun mengikuti arahan dokter kandungan tersebut. “Yaa buang perlahan lahan buu” .
“Alhamdulillah, anaknya cowo bu,” kata dokter kandungan tersebut “lucu, imut, dan menggemaskan” “boleh saya liat dok?” tanya Rahmi sambil tersenyum. Rahmi yang tadinya sudah lemas karena melahirkan bayi tersebut seketika tersenyum bahagia. Lihat betapa menggemaskannya anak itu, anak yang dikandungnya selama 9 bulan lamanya dan bertahan melewati berbagai cobaan bersama ibunya. Air mata yang sejak tadi membendung di matanya pun kini pecah tak tertahankan karena kini ia resmi menjadi seorang ibu.
“kalo boleh tau, suami ibu kemana?” tanya dokter kandungan kepada Rahmi. Suasana yang tadinya bahagia seketika berubah menjadi rasa pilu yang mendalam, mengingat akan semua hal yang Dika katakan sebelum kejadian. “ayahnya…” Rahmi yang tadi menangis bahagia kini ia menangis menderita karena teringat oleh sosok Dika, “… tak mau bertanggung jawab dok” jawabnya terbata-bata. “Oh, maaf sebelumnya,” sahut dokter tersebut dengan perasaan bersalah karena, ia tidak tahu bahwa pertanyaan tersebut sangatlah sensitif bagi Rahmi. “Tidak mengapa,” Rahmi menggeleng “nama dari bayi ini adalah Retisalya”. Tanpa pikir panjang, suster yang ada di ruangan tersebut langsung menuliskan namanya di buku catatan kelahiran dan membuatkan gelang untuk si bayi. “Ibu mohon istirahat dulu, bayi ini biar kami rawat yaa” kata dokter. “Tapi dok, saya tak punya siapa siapa …” jawab Rahmi dengan lirih. “Persoalan itu mudah bu, yang penting ibunya sehat bayinya selamat.” “terimakasih dok” “sama sama bu, saya pamit permisi” tutup dokter tersebut dan melangkah keluar ruangan. Rahmi sangat memutar otaknya, bagaimana ia bisa membayar total biaya rumah sakit ini. Karena teramat lelah, ia pun terlelap.
7 tahun telah berlalu
Kini Retisalya sudah besar, sudah berada di bangku SD. Di sekolahnya, Retisalya adalah satu-satunya siswa yang tak mengetahui siapa sosok ibunya dan siapa sosok ayahnya. Dia dibesarkan di Panti Asuhan Yayasan Bunda Kandung, ibunya setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit langsung membawanya kesana. Lalu, darimana datangnya sematan nama Aksama?
Retisalya, walaupun dia selalu diejek oleh temannya dengan sebutan yang sangat menyakitkan hati orang manapun yang mendengarnya yakni ‘Anak Haram’. Tapi, dia tak pernah membenci temannya. Tak pernah terpikirkan olehnya bagaimana caranya untuk membalas kejahatan teman-temannya, ia hanya berfokus memikirkan bagaimana ia dapat mengetahui siapa sosok ibu kandungnya dan ayahnya. ia sangatlah benci kepada mereka berdua, sangat benci kenapa di umurnya yang segini mereka tak kunjung menemuinya. Padahal baginya, sedikit informasi saja tentang ayah ataupun ibunya akan sangatlah berharga baginya. Namun, kenyataannya panti asuhan tempat ia tinggal saat ini pun sama sepertinya, tak tahu siapa yang menitipkannya. Panti asuhan hanya dapat bercerita sesuai kejadian pada saat dia ditemukan di depan pintu panti asuhan. Pengurus panti asuhan pun ikut sedih mendengar Retisalya selalu menjadi bahan ejekan di sekolahnya. Namun baginya, temannya tak sejahat orang tuanya yang meninggalkan dirinya di panti asuhan. Guru nya melihat kepribadian Retisalya yang baik, dia mampu memaafkan teman-temannya yang sudah menyakiti perasaan dan hatinya melalui ejekan-ejekan tersebut. Darisana lah guru tersebut menambahkan kata Aksama kedalam namanya yang artinya adalah memaafkan.
Bertahun-tahun lamanya Aksama mencari keberadaan ibu dan ayah kandungnya namun hasilnya tetap nihil. Bagiamana ia dapat menemukannya bila ia tak memiliki nama ataupun foto yang dapat ditunjukkan? Aksama bagai malaikat yang menjelma menjadi manusia. Ya, ketidak tahuannya tentang kedua orang tua nya tak menghalanginya dari berbuat baik kepada semua orang. Kuliahnya pun ia dapat hanya karena mengembalikan dompet seseorang tanpa ada yang berkurang dari isinya. Hanya saja, ia memiliki satu orang yang selalu saja mengganggu nya sejak SD hingga saat ini ia kuliah. Orang tersebut entah mengapa selalu saja mengikuti Aksa kemana saja ia pergi. Entah mengapa dia sangat membenci Aksa, yang bahkan tak pernah membalas perbuatannya sedikitpun. Aksa memberinya nama “Si Lokawigna” karena kesehariannya yang tak pernah henti mengganggu Aksa. Kendati demikian, Aksa pernah mengunjungi rumahnya Si Lokawigna tersebut ketika orang tuanya meninggal. Dia melihat orang-orang disana sangat lah sedih. Tetapi, ketika ia berjalan pulang ia merasakan bahwa dunia itu tetap berlanjut meskipun seseorang sedang menangis karena kehilangan akan ada orang yang justru berbahagia pada saat yang bersamaan karena kehadiran anggota baru di keluarganya.
Setelah lulus kuliah, Aksa dititipkan sebuah perusahaan oleh
orang yang membiayai kuliahnya. Awalnya ia sangatlah keberatan karena tidak tau
dasar-dasarnya dan harus bagaimana ia bisa memulainya. Menurutnya, tidak ada
yang spesial dari dirinya. “kamu adalah Aksama Retisalya, orang yang penuh
dengan kebaikan meski disaat kamu masih kecil kamu tidak mengetahui siapa ayah
dan ibumu.” “hal tersebut tak membuatmu untuk berbuat baik kepada orang lain
meski di dalam dirimu kamu memiliki rasa sakit tapi disaat yang bersamaan kamu
harus menerima kenyataan bahwa kamu dibesarkan di panti asuhan tanpa mengetahui
siapa ayahmu dan siapa ibumu”. “Jadi bagaimana nak? Siap untuk menjadi pemilik
perusahaan ini?” tanya orang itu tidak sabaran. “Satu pertanyaan pak, kenapa
bapak begitu mempercayai saya untuk mengurus ini semua? Sedangkan saya hanyalah
anak dari panti asuhan”. “Saya tak punya alasan yang tepat untuk menjawab itu,
saya hanya merasakan bahwa kamu cocok di perusahaan ini” “siapakah bapak ini
sebenarnya?” “Panggil saja pak Dika, dan ini adalah istri saya, Rahmi.”
Pradana Bintang Syawali
IG : @potatoitubintang
E-mail : pradana.b.syawali@gmail.com
Notice: This is some example for scary short stories, ideas for short stories, horror short stories, short story ideas, short story idea, short story prompt, and short story prompts.
Ini adalah story cerita contoh cerpen, cerpen singkat, cerpen terbaik, contoh cerita pendek, cerpen singkat bermakna karya terbaik mereka yang ditayangkan setiap weekend.
Posting Komentar untuk "Sunday Short Story: Ambivalen"