Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

RAIHAN SANG PEMIMPIN

 



Oleh: Widayanti Rose

 

Raihan kini duduk di bangku kelas 2 di SDN Nusantara. Teman-temannya memilihnya sebagai ketua kelas. Awalnya Raihan merasa keberatan dengan keputusan Bu guru dan teman-teman. Namun saat bercerita pada Ibunya. Ibu memberi dukungan dan memberi beberapa pesan pada Raihan.

“Menjadi ketua kelas itu harus meberi contoh yang baik pada teman-teman.”

“Seperti apa, Bu?” Tanya Raihan pada Ibu.

“Misalnya, kamu harus selalu disiplin, teman-temanmu juga akan ikut disiplin. Jika kamu melarang teman-temanmu untuk membuang sampah sembarangan, maka kamu juga harus membuang sampah pada tempatnya.” Kata Ibu.

Raihan mengangguk mendengar pesan yang dikatakan Ibunya.

Pagi hari sebelum jam masuk kelas berbunyi, Raihan sudah tiba di kelas. Dia membaca buku yang disediakan Bu Guru di pintu masuk. Raihan membacanya sesuai yang diperintahkan Bu Dwi, guru kelasnya. Walau Bu Dwi hanya memerintahkan membaca satu halaman sebelum duduk, tapi Raihan masih suka meneruskan bacaannya sampai bel berbunyi. Dia membawa bukunya ke kursi.

Satu persatu temannya mulai berdatangan, mereka menaati aturan yang disepakati dengan membaca buku sebelum duduk. Itu mereka lakukan walaupun Bu Dwi belum datang. Tapi tidak dengan Tomi. Tomi langsung saja masuk kelas dan duduk di kursinya tanpa membaca buku terlebih dahulu.

Melihat kejadian itu, Raihan sebagai ketua kelas datang menghampiri Tomi.

“Tomi, kamu belum membaca buku, kan?” Tanya Raihan.

“Belum, memangnya kenapa?” Jawab Tomi dengan nada ketus.

Tomi selalu bersikap semaunya, teman-teman mengenalnya sebagai anak yang nakal di sekolah itu. Sering kali ia mengganggu teman lain dan membuatnya menangis karena ulahnya.

“Aku sudah baca buku kemarin.” Kata Tomi lagi.

“Tapi peraturan kelas kita, harus baca satu halaman sebelum duduk.” Jawab Raihan seraya menyerahkan sebuah buku ke meja Tomi.

Tomi menepis buku yang diberikan Raihan, buku itu jatuh ke lantai.

“Aku sudah baca banyak, hari ini aku malas baca. Besok aku baca lebih banyak lagi.” Jawab Tomi angkuh.

“Sudahlah Raihan, nanti dia marah.” Ucap Firza sambil menarik tangan Raihan.

Teman-teman sekelas mereka takut dengan Tomi. Kadang dia tidak segan bertindak kasar pada teman-temannya jika sedang marah. Mereka kadang tidak berani melaporkan tindakan Tomi pada Bu guru, karena nanti akan dibalas yang lebih parah, seperti yang dialami Ziera.

Ziera melaporkan perbuatan Tomi yang membuang pensilnya ke tempat sampah. Bu guru menghukum Tomi dengan membaca buku selama 20 menit sambil berdiri di kelas saat jam istirahat. Dia juga harus membantu piket menyapu saat pulang sekolah.

Hukuman yang diberikan Bu guru, Bukan malah membuat Tomi jera. Dia bahkan menunggu Ziera di pintu gerbang sekolah. Dia merampas tasnya dan membuangnya isi kotaknya ke luar. Tak ayal perbuatan Tomi membuat temannya takut untuk melawan. Karena itu. Firza meminta Raihan mengalah pada Tomi saat ini.

“Bu Guru memintaku mengawasi anak-anak yang baca buku, dia belum baca.” Kata Raihan pada Firza.

“Tapi dia nanti akan marah padamu.” Bisik Firza dengan wajah takut.

“Tidak apa-apa.”

Melihat Firza dan Raihan bicara dengan berbisik, Raihan berkata dengan lantang.

“Hei, kalian berdua bicara apa?”

“Gak apa-apa, sekarang ayo kamu baca aja!” Jawab Raihan menyerahkan kembali buku yang tadi jatuh ke lantai.

“Gak mau.”

Tomi dan Raihan masih saling bersikukuh. Beberapa teman sekelasnya mulai datang.

“Ayo baca, ini kan peraturan di kelas kita. Kita harus menaatinya.” Kata Rika menyuruh Tomi.

“Iya benar, aturan ini harus kita ikuti.” Kata Raihan menimpali

“Kalau aku gak mau, ya gak mau. Kamu gak bisa memaksaku.” Tomi terlihat marah. Dia keluar dari kursinya dan mendekati Raihan. Tomi mendorong tubuh Raihan sampai terjatuh. Disaat itu, Bu Dwi muncul di balik pintu.

“Tomi, apa yang kamu lakukan pada Raihan?” Kata Bu guru.

“A.. aku hanya …” Jawab Tomi dengan ketakutan.

“Hanya apa? Kamu dorong Raihan sampai terjatuh?” Tanya Bu guru lagi sambil membantu Raihan bangkit.

“Aku hanya mau lewat, Bu. Dia menghalangi langkahku.” Jawab Tomi berbohong.

“Bohong. Raihan hanya menyuruhnya membaca, Bu. Tapi Tomi menolaknya. Raihan menyerahkan bukunya kepada Tomi, lalu Tomi marah dan mendorong tubuh Raihan.” Kata Rika menjelaskan.

Bu Dwi hanya geleng-geleng melihat kelakuan Tomi. Bukan hanya sekali ini dia mendapat sanksi dari Bu guru. Dia berkali-kali membaca Buku, membuang sampah, bahkan beristighfar di depan kelas.

“Raihan, terima kasih kamu sudah menjadi ketua kelas yang baik.” Kata Bu guru kepada Raihan.

Raihan mengangguk dengan senyum. Bu Dwi keluar kelas, dia sedang menelpon seseorang.

“Tomi, sekarang ikut Bu guru ke kantor.”

“Untuk apa, Bu?’

“Ayo ikut saja.”

Dengan wajah takut Tomi mengikuti Bu guru ke kantor. Dia diminta duduk di ruang guru. Wajah pias Tomi menunjukkan rasa takutnya yang luar biasa. Entah hukuman apa yang akan diberikan Bu Dwi kepadanya.

Beberapa saat menunggu, seseorang masuk ke kantor.

“Assalamualaikum Bu Dwi.” Ucapnya seraya menuju kursi Bu Dwi.

Bu Dwi menjawab salam itu dan menyilakan dia duduk.

Tomi melihat ke arah pintu, sepertinya dia sangat mengenal suara itu. Dia sangat terkejut melihat perempuan berjilbab yang kini ada di depannya. Perempuan yang dia rindukan selama ini.

“Mama …!” Teriak Tomi berlari berhambur memeluk perempuan yang ternyata adalah Ibunya yang telah lama tidak dijumpainya.

Dia menangis di pelukan mamanya, orang yang sangat dicintainya.

“Kapan Mama datang?Tanya Tomi masih dengan tangis.

“Baru saja mama sampai di rumah.”

Bu Dwi menghampiri Tomi dan Mamanya yang masih berpelukan.

“Tomi, berjanjilah untuk menjadi kebanggaan Mamamu.” Ucap Bu Dwi sambil mengusap kepala Tomi. Dia membiarkan Tomi melepas rindu bersama mamanya.

Beberapa saat kemudian, Tomi masuk kelas dengan berjuta perasaan. Dia telah melakukan kesalahan besar, tetapi bukannya hukuman yang dia dapatkan. Tetapi justru hadiah yang sangat membahagiakannya. Sungguh Tomi tidak menyangka akan kejutan hari ini.

“Silakan duduk Tomi.” Bu Guru menyilakan Tomi.

Tomi berjalan menunduk, teman-teman sekelasnya menatapnya dengan sinis. Bukannya duduk di kursinya, Tomi malah menuju kursi Raihan.

“Maafkan aku Raihan.” Kata Tomi menjulurkan tangan kanannya.

“Hu…. Bohong itu …” Teriak teman-teman.

“Iya, pasti bohong. Besok dia pasti mengulangi lagi.” Kata Dicky.

“Eh, jangan begitu. Insyaallah Tomi akan semakin baik.” Kata Raihan pada teman-te,annya

Raihan menerima uluran tangan Tomi dengan senyuman. Dia keluar dari kursi dan memeluk Tomi. Bu guru bahagia melihat sikap Raihan. Dia bangga pada anak didiknya yang berjiwa besar. Sebagai ketua kelas, dia memberi teladan bagi teman-temannya.


Widayanti Rose, Guru Sekolah Dasar dan penggiat Literasi dari KaBupaten Sumenep Madura. Menerbitkan beberapa Buku teks pelajaran dan nonteks ber-ISBN. Salah stu Bukunya berjudul Batman Teacher dinobatkan sebagai Karya Terbaik dalam Diseminasi Literasi Nasional KemendikBud Tahun 2017.


Posting Komentar untuk "RAIHAN SANG PEMIMPIN"