Perempuan Itu Akhirnya Rubuh
Perempuan itu akhirnya tak sanggup lagi. Ia
rubuh, runtuh. Dokter berkesimpulan ia sakit paru-paru. Walaupun begitu ia tetap
berusaha tegakkan kaki dan tulang belakangnya untuk merawat anaknya yang juga
sakit. Tuhan pun menegakkan suami perempuan itu untuk
merawat keduanya.
Yang ia sesali, ia tak bisa dengan sempurna
merawat anak dan suaminya. Ia tertatih ke dapur menyiapkan makan dan menyuapi anak perempuan
sulungnya. Ia juga berusaha bisa menyuguhkan kopi pagi dan sore serta makan
untuk suaminya. Ia berusaha bertahan, tapi akhirnya ia tak sanggup lagi. Ia memutuskan ingin mengamar di rumah
sakit atas kerelaannya sendiri.
Perjuangannya untuk sembuh telah melewati banyak dokter. Ia mengira
hanya sakit karena keletihan. Ia bolak-balik minta
dikerokin, mungkin hanya masuk angin. Dokter terakhir yang memeriksanya mengarahkan ke dokter paru setelah melihat
hasil foto X-ray.
Ia mendadak lebih pucat. Ia tiba-tiba berkeringat lebih dingin. Ia tak percaya dengan kesimpulan dokter.
Ia adalah isteriku, tersayang. Akulah yang pada akhirnya merawat
keduanya, isteri dan anak sulungku. Akulah yang mengantar periksa ke beberapa
dokter. Dua-duanya kubonceng dengan sepeda motor. Kasihan melihat istriku menelan banyak obat. Dokter tak pernah mencari
penyebabnya. Mereka hanya memilihkan obat untuk meredakan keluhan. Hingga pada
akhirnya bertemu dengan dokter yang kritis, Dr. Nova. Dialah yang kemudian menyarankan foto x-ray. Darinyalah diperoleh kejelasan
apa sebenarnya penyakit isteri dan anakku. Dilakukanlah beberapa tes dahak dan
darah sedangkan
anakku hanya cukup pada tes darah.
Anakku positif demam berdarah dan thypus sekaligus sedangkan isteriku menunggu
tes lanjutan untuk menyimpulkan apakah benar-benar TBC atau tidak. Karena sakit
yang tak sanggup lagi ditahan, ia memintaku untuk diantar ke rumah sakit. Ia
memutuskan opname untuk dirinya sendiri.
“Sakit juga peparing
sebagaimana sehat. Ketika kita sakit, itulah saat paling dekat dengan Tuhan.
Sabar dan terima sebagaimana ketika diberi sehat. Jangan terlalu dipikirkan
biar lekas sembuh!” Begitu ujarku kepada isteri dan anakku.
“Iya, ayah!” Sahut isteriku sangat lemah.
Walaupun begitu, isteriku
adalah perempuan super. Ia adalah pahlawan rumah tangga di mataku. Anak dan
isteriku sering kutinggal karena harus bekerja di kota yang jauh. Jadi semua-muanya ia
yang urus. Mulai dari membangunkan tidur, belanja, mencuci, memasak, mengantar anak-anak
sekolah, menjemput mereka pulang, semua dilakukannya dengan riang. Sungguh ia
memang perempuan super di mataku. Mungkin juga di mata keluarga besarku dan
orang-orang yang mengenal.
Aku telah setengah memaksa meminta kepada Tuhan
untuk kesembuhan mereka, tapi Tuhan belum berkenan malah memberi mereka judul
penyakit yang cukup menyesakkan dadaku. Dalam hati aku merasa menyesal tidak
mampu menjaga mereka. Aku pasrah karena semua bukan kuasaku. Yang ada di
benakku, aku hanya berusaha mencari jalan kesembuhan untuk mereka sedangkan
hasil pasti bukan urusanku.
Dengan rasa sayang kucium kening mereka.
Kubelai rambut mereka sambil mengeja doa. Beberapa orang yang menyangiku
kumintai kiriman surat Al Fatihah untuk anak dan isteriku. Beberapa telah
mengirimnya dengan tulus.
“Maafin Mama telah ngerepotin Ayah!” Ujar isteriku.
“Ngomong apa
Mama. Itu dah
tanggung jawab dan kewajiban Ayah! Ayah melakukannya dengan senang hati.”
Dalam keadaan sakit pun ia masih memikirkanku.
Ia tak tega melihatku mengantar-jemput periksa ke dokter dan mencari jalan
kesembuhan lain. Aku kelihatan capek katanya. Sungguh dalam sakit pun ia masih
memikirkan suami. Sungguh ia perempuan yang amat baik. Sungguh ia isteri yang
tak boleh Tuhan menghalanginya ke surga. Sungguh ia bidadari surga.
Aku sudah meninggalkan pekerjaan beberapa hari.
Tak seperti biasa aku meninggalkan kerja terlalu lama. Pimpinanku memang sangat
baik hingga selalu memaklumi keadaanku. Andai bukan dia, pasti aku sudah
dipanggil inspektorat untuk diberi teguran keras dan membuat surat pernyataan
bermaterai.
Kepulanganku beberapa kali sepertinya memang
ditakdirkan merawat anak dan isteriku. Sebulan lebih isteriku dalam kondisi
batuk. Ketika berjauhan melalui pesan selalu kutanya kabar. Ia selalu
mengatakan bahwa kondisinya sudah mendingan hanya untuk membuatku senang. Kenyataannya
kondisi yang ia kirim melalui pesan tak sama dengan keadaan yang sebenarnya. Ia
mengeluh sangat sakit bagian perut atas ketika sedang batuk.
Jumat siang mereka mulai masuk rumah sakit
dengan jaminan BPJS kelas 1. Karena kelas 1 penuh, maka pihak rumah sakit
menitipkan mereka di kamar VIP. Aku berusaha menego pihak layanan kamar rumah
sakit agar tempat isteri dan anakku
berdekatan, tapi mereka kesulitan dengan alasan hampir
semua kamar penuh. Tapi, Tuhan
berkehendak lain ternyata isteri dan anakku berada di kamar yang sangat berdekatan tanpa
diatur sebelumnya. Alhamdulillah.
Mulailah pemandangan kamar yang bukan hotel itu
dengan penampakan botol infus, ranjang, meja, lemari, dan kamar mandi serta
hilir-mudik
para perawat.
Selama di rumah sakit, kupikir sendirian. Ternyata sepupu dan ipar membantu menjaga isteri
dan anakku. Para kakek nenek anakku juga ikut membantu membawakan bantal
guling, makanan, dan kopi kesukaanku. Tamu-tamu berdatangan memberikan
keceriaan. Doa-doa bertebaran di berbagai media sosial untuk kesembuhan anak
dan isteriku.
Seorang paranormal,
temanku, melihat kondisi isteriku seperti terkena serangan santet.
Ia menyebut serangan itu berupa
seekor kelelawar besar. Ada-ada saja. Zaman melenial begini masih ada saja orang
yang kurang kerjaan dengan meluapkan nafsu jahat. Pasrah saja kepada Tuhan.
“Kamu kangen Mama?” tanyaku kepada anakku di kamar lain.
Ia hanya mengangguk dengan senyum tipis.
Karena sudah beberapa hari tidak bertemu, Tepat
hari Ahad, kuminta tolong kepada perawat untuk bisa mempertemukan mereka
berdua. Dengan didorong kursi roda, sampailah anakku di kamar mamanya.
“Mamaaa!” teriak anakku. Sungguh seperti
sinetron atau film India. Lucu sekali dan mengharukan skenario hidup yang
dibuat Tuhan. Kujepret melalui HP adegan singkat itu untuk
mengingat-ingat.
Selama sakit banyak doa yang telah diluncurkan
kepada Tuhan. Seolah-oleh sedang unjuk rasa menyampaikan doa agar Tuhan segera
mengangkat penyakit isteri dan anakku. Teman-teman grup WA telah luncurkan
Fatihah, shalawat, dan energi serbuk emas. Yah, energi serbuk emas. Kalau
kedengarannya aneh, itu adalah kiriman dari teman grup supranatural untuk
kesembuhan anak dan isteriku. Kiriman doa juga diluncurkan di grup murid dan
para orang tua mereka. Sungguh dahsyat doa-doa yang melesat ke langit.
Seakan-akan menggendor-gedor pintu Tuhan agar menyegerakan kesembuhan.
Puji syukur kepada Tuhan, Senin siang, isteri
dan anakku dibolehkan pulang. Persis sama dengan bersamaannya ketika mereka
masuk kamar sakit. Saat di bagian administrasi, aku berpikir keras. Cukup tidak
uang yang kubawa. Ternyata semua telah ditanggung Askes yang saat ini telah
bernama BPJS. Lagi-lagi syukur kepada Tuhan atas semua kemurahanNya.
Sehat dan sakit adalah pemberian cinta dari
Tuhan, maka Tuhan sendiri yang akan menjamin keduanya asal disertai dengan rasa
syukur dan sabar. Ketika sehat tidak terlalu bahagia begitu pula ketika sakit
juga tidak boleh terlalu sedih. Tuhan sangat dekat dengan orang sakit.
Mengeluhkannya hanya akan membuat Tuhan menjauh. Ridhalah,
maka akan Tuhan ridhai. Itulah
kesimpulanku.
Posting Komentar untuk "Perempuan Itu Akhirnya Rubuh"