Menulis adalah Buang Hajat
Kegiatan
berkarya tulis serupa layaknya buang hajat. Bagaimana tidak, setiap penulis
meneruskan temuan idenya dalam bentuk tulisan, pasti menuangkannya segera
kemudian memplikasikannya. Di media publik tulisan sang penulis akhirnya
terbaca oleh khalayak.
Kegiatan menulis, sama halnya
dengan ketika seorang koki meracik menu masakan dari bahan-bahan tertentu.
Sang koki meramunya, merajang, mengiris,
mengadon, menumbuk, merebus, dan sebagainya. Ketika hasil olahannya siap,
saatnya para konsumen mencicipi karya tersebut. Semua proses yang dilakukan
sang koki adalah hajat.
Sama pula
halnya dengan perut. Apapun dimakan. Ketika semua telah diserap air, meneral,
dan gizinya, kemudian sampahnya harus ia keluarkan dengan nama yang sama, yakni
hajat. Yah, hajat!
Beberapa media
sosial dan elektronik menjadi tempat buang hajat yang favorit. Tempat-tempat
tersebut antara lain: facebook, twitter, instagram, blog, yuotube, wattpad,
linkedin, google+, whatsapp, dan sebagainya. Beberapa kasus orang buang hajat
hanya meneruskan hajat orang lain. Misal di whatsapp, seseorang mencopy-paste
hajat orang lain, kemudian meneruskannya ke orang lain secara berantai.
Kegiatan menyampai! Orang tersebut belum tentu baca dan paham secara tuntas,
tapi dengan sukarela membagikan hajat orang lain tersebut ke orang lain
berikutnya.
Fenomena
apakah ini? Hajat kok diberantaikan ke mana-mana! Bahkan hal yang vital seperti
konten religi diberantaikan layaknya buang hajat. Konten religi pada akhirnya
juga menyampah di media sosial. Nilai pokoknya sudah turun ke tingkat sampah.
Ternyata banyak juga khalayak yang suka dengan hajat orang lain. Mereka sering
pada tingkat menikmati hajat orang lain. Belum naik level ke tingkat Si Pembuat
Hajat. Mau berterusan menikmati hajat orang lain?
Posting Komentar untuk "Menulis adalah Buang Hajat"