POLA A LA-POLA
Oleh Moh. Rasul Mauludi
Dalam KBBI V, dijelaskan bahwa pola memiliki makna sesuai subyeknya.
Artinya bisa dimaknai seperti gambar, corak, contoh, bentuk, sistem, dan cara
kerja. Jadi makna pola mengikuti subyeknya, seperti gambar dijadikan contoh, pola
dari corak batik yang akan ditenun, sistem permainan atau cara kerja dalam pemerintahan.
Pola dalam permainan sepak bola, ada pola menyerang dengan formasi
beragam, seperti 541, 433, dan sebagainya. Pun pola bertahan dengan formasi
beragam juga, seperti 532, 442, dan sebagainya. Dengan pola yang digunakan,
tentu bertujuan untuk mencapai permainan yang berbuah kemenangan, meskipun
kemenangan tidak semata-mata karena tehnik dan pola itu sendiri melainkan bisa
juga dengan keberuntungan.
Banyak yang menggunakan pola dalam roda kehidupan. Pola hidup sehat,
pola hidup bersih, pola hidup boros, pola hidup sederhana, dan sebagainya. Pola
tidak memilih siapa yang menggunakan, karena ia bebas dipilih siapa saja sesuai
keinginan masing-masing.
Sedangkan "a la-pola" adalah istilah dalam komunikasi
bahasa Madura yang kurang lebih bermakna tentang polah tingkah manusia. Artinya
lebih mengarah pada perilaku manusia dalam kesehariannya. Namun, makna yang
tersimpan dari "a la-pola" yakni bersifat tidak baik atau sikap yang
buruk.
"A la-pola" itu semacam perbuatan yang dibuat-buat, menyimpang,
atau menyalahi kaidah-kaidah kebaikan. Bagi masyarakat Madura, "a
la-pola" yang dilakukan seseorang sangatlah tidak disukai dan dibenci, karena
perbuatan itu tidak baik.
Adapun tujuan yang diinginkan oleh orang yang "a la-pola"
bisa beragam. Ada yang mengarah pada kejahatan, ingin dilihat berbeda, bahkan kadang
sulit dipahami. Ada pula yang mungkin ingin dipuja-puji orang banyak.
Pola "a la-pola" bisa juga berlaku pada setiap penulis.
Karena "a la-pola" itu tidak melihat jenis manusia, jabatan manusia,
status manusia, siapa manusia, dan sebagainya. Pola "a la-pola" cukuplah
milik yang hilang kenormalan berfikirnya.
Lebih lucu lagi, disadari atau tidak, manusia terkadang "a la-pola" dengan
Tuhannya selain sering "a la-pola" dengan sesamanya. Sampai di sini,
"a la-pola" bisa dipahami dengan model gaya hidup berlebihan dari
sisi kemanusiaan manusia.
Cukupkan saja dengan apa adanya sesuai garisnya masing-masing. Dari
pada harus memilih "a la-pola" lebih baik pola lainnya yang baik-baik
saja. Pola "a la-pola" itu memalukan bahkan menjijikan pada pandangan
siapapun.
Apokal can Reng duara
BalasHapuskakean polah jare wong Jowo
BalasHapusKata "a la-pola" yang menjadi objek atau topik bahasan dalam artikel ini berasal dari bahasa Madura dengan kata asal "pola". Kata "pola" tersebut mendapatkan awalan (ter-ater) a- kemudian menjadi kata "apola". Kata "pola" juga dibentuk menjadi kata ulang (oca' rangkep buto biasa) yaitu: apola-pola; dan diulang bagian suku kata terakhir (erangkep budhi) menjadi "ala-pola".
BalasHapusDalam hal ini maka penulisan kata tersebut harus disambung menjadi "ala-pola", bukan "a la-pola" sehingga akan mengaburkan makna kata tersebut.
Ter-ater a- acap kali bermakna bermain, seperti kata ada atembung (amaen tembung), asilat (amaen silat). Kata "ala-pola" juga bermakna "amaen pola". Istilah "pola" dalam hal ini bersinonim dengan kata "tengka" dan apabila diulang menjadi "aka-tengka". Kedua kata tersebut bermakna konotasi pada perilaku yang kurang baik, "kabannya'an pola". Dalam sebuah kalimat misalnya: "Ja' ala-pola ra,Cong! Sengko' ma' jarepjebben se ngabassa."
Jika Allah tidak mendapatkan imbuhan a-, kata "pola-pola" dengan "la-pola" memiliki makna yang berbeda. Pola-pola, bermakna "barangkali", namun kata "la-pola" bermakna "banyak tingkah".
>>> Dari segi ulasan mantap.
#sekadarberbagi
"Se ngabassa" seharusnya "se ngabassagi"
BalasHapus👃👃👃
Wah keren ini ulasannya
BalasHapus