Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menikmati Lampu Merah Menyala

 

Ada dua perasaan ketika berkendara dan berhenti karena lampu merah menyala. Pertama, merasa lampu merah menyala lama. Kedua, merasa sangat sebentar walaupun hitungan detiknya banyak. Apa yang anda fikirkan ketika menunggu lampu hijau menyala? Apakah fikiran anda berkelana ke masa silam atau ke masa depan? Apakah anda sedang menghabiskan hisapan rokok? Apakah anda sedang mengobrol dengan teman satu kendaraan? Ataukah sedang bersiul dan bernyanyi? Atau sedang berusaha mengajak berbincang seorang gadis di sebelah anda?

Ternyata banyak hal yang terjadi saat lampu merah menyala. Ada yang melihat gadis cantik dari arah kaca spion. Ada yang mematikan mesin biar hemat karena lampu merah menyala tujuhpuluh detik. Ada yang melempar uang receh ke arah pengemis yang ngesot di atas aspal panas. Ada yang memperhatikan pengendara sebelahnya yang tampak cling gemerlap. Ada yang mengincar betis perempuan yang tersingkap roknya. Ada yang tampak gelisah ingin cepat menyala lampu hijau. Ada yang mengaca dan memperbaiki keadaan diri. Ada yang membalas pesan WA. Ada yang menelpon atau terima panggilan. Ada yang mengincar tas pengendara lain yang menyembulkan segebok duit. Ada juga yang memaksa menerobos lampu merah.

Dalam hitungan detik saja sudah banyak kejadian. Sungguh luar biasa malaikat yang mencatat seluruh kejadian itu dalam hitungan detik. Betapa tebal catatan-catatan mereka ketika melaporkan kepada Tuhan. Andai dari beberapa pengendara yang menunggu lampu merah menyala itu ada yang berprofesi penulis, entah itu penulis biasa atau wartawan, tentu sudah jadi naskah cerita atau berita.

Dan, ketika lampu merah menyala hitungan mundurnya kurang tiga detik, seseorang membunyikan klakson beberapa kali. Seolah-olah menyuruh yang berada di depannya agar segera menarik gas kendaraannya. Sungguh bodoh, lampu masih menyala merah, ia telah menghardik orang lain agar segera jalan. Sungguh terlalu. Andai kita hanya diberi tujuhpuluh detik kehidupan, telah berapa orang yang kita hardik ketika lampu menyala merah bersisa tiga detik. Berapa banyak orang yang kita hardik jika Tuhan memberi hidup kita tujuhpuluh tahun?

Ketika lampu menyala hijau, berpaculah segala kendaraan seolah-olah mengejar matahari. Ada yang mengambil jalur tengah, ada juga yang meminggir. Yang mengambil jalur tengah, ada yang berkecepatan tinggi, ada pula yang santai seperti sedang bertamasya. Mereka semua akan bertemu kembali dengan lampu menyala merah di perempatan atau pertigaan berikutnya.

Menuju perempatan berikutnya, seseorang meludah tanpa melihat kaca spion. Ia tak peduli apakah ludah nyinyirnya terkena orang lain atau tidak. Ketika ia ditegur pengendara di belakangnya, ia mengajak berkelahi. Kejadian lain, ada sebuah mobil yang penumpangnya membuang sampah melewati kaca mobil. Mereka bukan tidak tahu tentang membuang sampah di jalan dikenai denda limaratus ribu rupiah. Mungkin mereka yakin, aturan itu hanya gombal. Siapa juga yang akan jaga jalan raya di tiap meternya dan menarik denda dari pengendara yang membuang sampah sembarangan. Tak mungkin!

Hampir setiap perempatan atau pertigaan kota, ada lampu lalu lintas. Ketika lampu menyala kuning, beberapa orang tampak mempercepat laju kendaraan agar terbebas dari lampu menyala merah. Ada pula yang melambankan laju agar selamat. Lagi-lagi orang-orang menikmati lampu menyala merah dengan berbeda kelakuan dan lama detiknya.

Lampu lalulintas sebenarnya secara mendalam mengisyaratkan bahwa hidup kita hanya dalam hitungan detik. Ketika kita melanggarnya dan ada yang menabrak kita, matilah kita. Hidup yang sekian puluh tahun, kita tukar dengan hitungan detik. Sungguh, butuh pemikiran yang serius walaupun hanya membahas detik dalam menikmati lampu merah menyala.

Posting Komentar untuk "Menikmati Lampu Merah Menyala"