Menegur Pikiran
Ada satu lontaran lisan seseorang
yang terkenal bahwa bangsa ini kurang budaya tegur pikiran. Yah, tegur pikiran
bukan tegur kelakuan. Kelakuan itu hak-hak lu! Begitu katanya.
Saya jadi teringat area kosong pada
bagian pra posting pada beranda facebook. Ada satu pertanyaan untuk dua milyar
sekian penduduk facebook yaitu: “apa yang anda pikirkan?” Sejak berdirinya, ia
tak pernah bertanya ‘apa yang anda lakukan?’ sehingga apa pun yang kita posting
di beranda facebook kita adalah alur, jalur, dan tata kelola pikiran kita.
Mengapa ia bertanya seperti itu
dengan tulisan yang lamat-lamat atau transparan? Apa itu semacam penyedot
pikiran manusia secara otomatis? Apakah itu akhirnya bertujuan untuk pembiasaan
mengeksplorasi pikiran orang sehingga syahwat mengutarakan pikiran menjadi
tinggi? Atau pemiliki facebook memiliki kepentingan dengan pikiran manusia
untuk tujuan bisnis?
Apa pun pikiran dan tujuan dari
pikiran tuan facebook yang jelas banyak postingan pikiran yang justru menegur
kelakuan. Satu pikiran seharusnya didalami benar-benar sebelum benar-benar
dilontarlan sehingga kemudian antar personal saling berteguran, saling beremosi
padahal akar dari semua itu adalah kurangnya menegur pikiran. Perilaku tersebut
tentu berasal dari pikiran yang tidak ditegur.
Si anu ditegur kelakuannya karena
pernah melecehkan secara verbal. Si anu lain menegur kelakuan orang lain yang
bahkan tidak ia kenal bahwa menurutnya kelakuan si anu tersebut salah. Menyalahkan,
merendahkan, dan mengambil kesimpulan cepat pada tindakan seseorang menjadi
budaya yang menjerumuskan pikiran itu pikiran kita sendiri. Kita terjebak pada
kelakuan orang lain, bukan pada bahaya pikiran kita sendiri.
Yang masih konsisten menanyakan dan
menegur pikiran saat ini ada pada sistem peradilan sehingga tersangka atau
terdakwa memiliki hak menempati posisi praduga tak bermasalah. Hal itu
dilakukan pengadilan untuk menguji potret kelakuan yang didakwakan kepada seseorang
sehingga motifnya jelas. Kemudian pengadilan mencoba memberikan keadilan yang
seharusnya.
Jadi benar kata seseorang yang
terkenal itu. Kita kurang budaya tegur pikiran malah facebook atau media sosial
lain memboom kita dengan budaya lontarkan pikiran tanpa teguran. Kita merasa
santai saja ketika facebook mendoktrin tindakan untuk selalu mengutarakan
pikiran. Sudah waktunya mungkin ya kita mulai menegur pikiran kita sebelum
facebook atau seseorang bertanya tentang pikiran kita sehingga kita terbiasa
pada jalur pikiran lurus.
Budaya menegur pikiran akan
berdampak positif pada kebiasaan berpikir lurus. Ketika budaya tersebut telah
terbentuk, maka kelakuan atau tindakan orang tersebut akan cenderung lurus. Sudah
waktunya mulai berdialektika dengan pikiran: membacanya, mencernanya,
merabanya, menguji ulang, meluruskan, dan menetapinya sebagai komitmen diri. Tidak
sekedar mengumbar pikiran sesuai order facebook. Hehehe.
Itu baru pikiran tentang seseorang. Belum
lagi pikiran negara yang dikelola seseorang. Jika seseorang yang mengelola
negara itu tidak punya kebiasaan menegur pikiran, sungguh benar-benar kacau. Lebih-lebih
jika pikiran itu bengkok, cacat logika, atau jejaknya tidak jelas, sungguh itu
malapetaka bagi bangsa dan rakyat yang dipimpinnya.
Posting Komentar untuk "Menegur Pikiran"