Kejar Impian
By Shara Pradonna
Perkenalkan namaku Raisa Putri.
Aku mempunyai mimpi menjadi seorang novelis yang sukses dan terkenal. Entah
kapan keajaiban itu akan berpihak kepadaku. Sedangkan sekarang saja aku sama
sekali belum mencoba untuk memulainya. Aku hanya selalu bermimpi dalam khayalku
dan tanpa tindakan.
Aku menyelusuri toko buku di
kotaku. Dari rak pertama ke rak lainnya. Aku mencoba mencari novel yang
menurutku benar-benar penasaran. Setelah beberapa kali membaca sinopsis novel
yang berbeda-beda. Akhirnya aku menemukan satu novel untukku beli. Iya,
akhir-akhir ini aku sudah mulai hobby membacanya namun masih sama belum berani
menuangkan tulisanku ke dalam sebuah novel.
Ketika aku hendak membayar ke
kasir atas novel yang aku pilih sedari tadi. Aku lihat segerombolan orang-orang
berdiri tak jauh dari kasir tersebut. Ntah apa yang mereka lihat. Aku pun tak
dapat melihatnya dari jauh karena semua orang tersebut membelangkaiku. Aku pun
mendekat ke arah segerombolan orang-orang tersebut. Dengan sangat penasaran aku
mencoba berjalan ke arah depan sekali agar aku juga terlihat apa yang mereka
lihat. Aku terdiam. Otakku melayang ke andai aku menjadi novelis sukses dan
terkenal. Yang ternyata ada seorang novelis yang terkenal sedang mempromosikan
bukunya. Ia adalah Raditya Dika. Seorang novelist yang sukses dan terkenal
bahkan karyanya sudah sering masuk ke film layar lebar untuk di filmkan.
Setelah selesai ia mempromosikan
bukunya. Aku melihat banyak sekali orang yang ingin berfoto atau sekadar
meminta tanda tangan dirinya. Ada pula yang memuji-mujinya. Ia hanya tersenyum
manis dengan sesekali bilang terima kasih. Lalu aku segera membayar buku yang
aku pilih tadi. Dengan semangat aku berpikir "Aku harus seperti Raditya
Dika. Aku harus memulai dari sekarang."
Aku mengambil laptopku, mencoba
membuka file Microsoft Word. Awalnya aku mencoba membuat judulnya saja. Tapi
ketika aku masuk ke dalam isinya. Aku langsung menghapusnya padahal baru baris
pertama saja aku buat. Aku coba berulang kali. Namun berulang kali itu juga aku
menghapusnya. Sekarang aku mencoba menentukan tema novel yang aku buat agar
lebih mudah dalam proses pembuatannya. Namun ternyata masih sama saja. Susah.
Akupun tidak tahu cara memunculkan ide itu seperti apa. Akhirnya aku membuka
akun google dari handphoneku. Mencari-cari cara membuat novel yang baik dan
benar. Dan aku menemukannya. Namun aku masih sangat susah menerjemahkannya
dalam tuliskanku.
“Ya ampun susah sekali nih buat novel,”
gerutuku sendiri.
“Kamu ingin membuat novel?” tanya
Dhea sahabatku ketika ada di rumahku.
“Iya. Tahu darimana kamu?
Bukannya aku belum sama sekali cerita kepadamu?” tanyaku mengernyitkan kening.
“Aku baca PM di Bbm kamu. Aku
lihat kamu kesulitan dalam membuat novel,” jawabnya seadanya.
“Iya. Buat novel ternyata susah
sekali. Mungkin aku hanya bisa bermimpi tanpa harus ku raih mimpiku itu,”
ucapku membiarkan otakku melayang ke andai aku bisa menjadi novelis sukses dan
terkenal.
“Aku bisa bantu kamu,” jawabnya
singkat.
“Emang kamu bisa?” tanyaku
menyakinkan dan menoleh ke arahnya
“Bisa sedkit-sedikit sih. Aku
pernah mengikuti lomba cerpen nasional dan aku memenangkannya menjadi juara
pertama. Tapi hanya sebatas cerpen,” jawabnya lagi lalu tersenyum.
“Kamu hanya cerpen sedangkan yang
aku inginkan novel Dhea,” ucapku lagi tak bersemangat.
“Apa bedanya cerpen sama novel?
Semuanya sama saja hanya cerita. Yang membedakan antara keduanya adalah cerpen
hanya sebatas cerita pendek. Ia langsung dengan cepat nemenukan awal, konflik
dan akhir cerita. Sedangkan novel kamu hanya harus memperpanjang ceritanya.
Intinya sama saja,” jawab Dhea lagi.
“Jadi aku harus memulai
darimana?” tanyaku singkat.
“Kamu cukup memperbanyak membaca
sebuah cerita. Seperti ini saja. Kamu aku kasih waktu dalam seminggu. Dalam
waktu seminggu kamu harus membaca minimal 2 jam saja. Terserah kamu mau baca
novel-novel kamu ataupun cerita-cerita dari online. Tapi kamu harus pahami
benar-benar isi cerita yang kamu baca. Aku yakin otak kamu pasti menyimpan
sedikit demi sedikit kata-katanya lalu kamu pikirkan tema apa yang ingin kamu
buat. Jangan lupa juga kami pikirkan alur ceritanya seperti apa,” jawabnya
memperjelas.
“Aku setuju,” ucapku kembali
singkat.
“Seminggu lagi aku kembali kerumah
kamu. Aku hanya ingin membantumu dalam pembuatan novel. Jadi ide cerita dan
alur cerita tetap kamu yang harus memikirkannya,” jawabnya tersenyum.
“Apakah bisa kita mulai
sekarang?” tanya Dhea ketika melihatku masih sibuk meletakkan beberapa makanan
ringan dan beberapa soft drink
“Iya bisa,” jawabku singkat.
“Itu ada beberapa makanan dan
minuman. Di makan dan minum ya,” lanjutku kembali.
“Oh. Mudah itu. Tenang saja pasti
semuanya habis,” jawabnya seraya tertawa kecil.
Aku memulai menceritakan seperti
apa novel yang akan aku buat nantinya. Dhea mengajariku dengan sangat baik. Aku
mengikuti semua saran Dhea. Sesekali ia mengubah kata-kata yang akan aku tulis.
Katanya biar lebih enak di baca saja dan tidak monoton.
Kini setelah 1 bulan penuh aku
membuat novel dengan bantuan Dhea akhirnya novelku pun selesai juga. Ada rasa
bahagia dan bangga dengan sendirinya. Tapi aku masih binggung mau di letakkan
dimana novelku ini? Sedangkan satu penerbit pun aku tidak tahu.
Tiba-tiba saja handphoneku
berdering.
“Hallo.
Bisa bicara sama Raisa?” tanya seorang di seberang telepon.
“Iya saya sendiri. Maap ini siapa
ya?” tanyaku kemudian.
“Oh dengan mbak Raisa ya? Selamat
mbak novel mbak akan segera diterbitkan oleh penerbit kami. Kami hanya mau
konfirmasi kapan mbak bisa datang ke kantor kami untuk tanda tanggan kontrak
dan membicarakan tentang royaltinya?” tanya seorang tersebut yang ternyata dari
penerbit novel.
“Iya besok saya akan ke kantor
kalian” jawabku tersenyum.
“Raisa. Apakah ada penerbit
yang menghubungimu?” tanya Dhea tersenyum.
“Iya ada. Tapi kok novel aku
sudah ada sama mereka? Aku saja belum sama sekali mempublikashikannya” tanyaku
mngernyitkan kening.
“Aku yang mengirimkan novel kamu
ke penerbit,” jawab Dhea santai.
“Hah? Kok bisa?” tanyaku makin
bingung.
“Iya. Aku mengcopy file novelmu
di flash disk aku. Lalu aku kirim deh ke penerbit. Maap ya aku lakukan secara
diam-diam. Itu semua aku lakukan agar kamu tidak kecewa kalau seandainya novel
kamu tidak di terima. Tapi sekarang sudah terbukti novelmu layak di jual di
seluruh toko buku yang ada,” jawabnya lagi lalu kembali tersenyum.
“Makasih Dhea sayang. Kamu memang
sahabat terbaik,” ucapku lalu memeluk Dhea degan erat.
Setelah menjalani proses tanda
tangan kontrak dan membicarakan masalah royalti. Sebulan kemudian novel aku
sudah tertata rapi di rak buku bersama novel lainnya yang berada di toko buku.
Baru saja aku ingin keluar dari toko buku bersama Dhea. Terdengar ada
suara yang memanggil-manggil namaku. Aku melihat ke sumber suara. Tidak ada
yang aku kenal. Aku pun menoleh ke arah Dhea namun ia juga tidak mengenalnya.
Kami menghampiri mereka. Dan ternyata mereka adalah pecinta novel yang aku
buat. Aku sangat tidak menyangka bahwa sudah ada yang jatuh cinta dengan
novelku secepat ini. Mereka mengenali wajahku dari novel yang aku buat karena
di bagian profilnya memang sudah ada fotoku. Rasa bahagia dan banggaku pun
bertambah. Aku jawab semua pertanyaan mereka dan aku ikuti semua yang mereka
pinta seperti; foto bareng atau hanya tanda tangganku saja. Baru pertama kali
aku mengeluarkan novel dan sudah meledak seperti ini. Namun aku tidak mau besar
kepala. Keberhasilanku ini juga atas bantuan sahabat terbaiku Dhea. Terima
kasih Dhea gara-gara kamu mimpiku menjadi kenyataan.
Grab your
dream and never tire of struggling.
Posting Komentar untuk "Kejar Impian"