Pendidikan Anti Korupsi? Pemikiran Terbalik!
Pendidikan antikorupsi? Hahaha. Lucu! Lebih lucu lagi sasaran peserta workshopnya, para guru. Para rakyat. Tindaklanjutnya agar guru nantinya bisa menularkan yang disebut sebagai pendidikan anti korupsi itu kepada para siswa dan anak-anak. Sementara, mata siswa dan anak-anak terlalu sering menyaksikan tindakan-tindakan yang sebaliknya dari media cetak dan noncetak serta televisi. Bertabrakan, kan? Harusnya para pejabat atau calon pejabat dulu yang harus mengikuti pendidikan dan latihan (diklat) atau workshop atau apapun namanya. Bukan rakyat dulu. Kalau mereka tidak lulus, ya harus dengan rela hati turun kursi. Begitu seharusnya.
Masih
ingat sejarah Penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila atau yang dikenal dengan penataran P4
dulu? Sasarannya seluruh rakyat Indonesia. Rakyat, lo, ya, bukan pemerintah
atau para pejabat negara. Pesertanya rakyat. Rakyat sekolah dasar hingga
universiti. Bahkan para petani dan dan nelayan. Apa coba hasilnya? Nol besar. Wal
hasil MPR no. II/MPR/1978 yang menaungi P4 dan Pancasila
dihapus! BP7 dibubarkan. Para penatar dipensiunkan. Dan para petatar lupa
ingatan. Hahaha!
Sebenarnya, P4 tu baik, tapi tekniknya yang gak pas. Harusnya
Top down bukan Buttom up. Harusnya dari atasan dulu memberi suri
teladan. Bukannya rakyat yang didoktrin agar Pancasilais dan atasannya
justru berlindung di balik Pancasila untuk menutupi arogansi korupnya.
Lagi-lagi dengan cara dan teknik yang sama. Hmm,
pendidikan anti korupsi. Hahaha. Lucu, sungguh lucu! Pasti akan jatuh pada
lubang yang sama. Pendidikan anti korupsi yang didoktrinkan kini diintegrasikan
dengan Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan. Biar bagus dan nge-link ke Pancasila. Bisa bertaut dengan
pendidikan karakter. Bagus kok, tapi mengapa mengulang cara yang sama?
Sebenarnya ini pekerjaan awal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Maaf, bukan Kelipatan Persekutuan terKecil. Tapi,
Komisi ($) Pemberantasan Korupsi! Nah, apa yang dilakukan KPK? Menindak, kan? Memberantas!
Memberangus! Menyampahkan koruptor! harusnya mendidik calon pejabat dengan
pendidikan karakter dulu, termasuk pendidikan anti korupsi. Sumpah jabatan
menyebut nama Tuhan dan setia pada Pancasila sepertinya kurang menggigit. Terlalu
mainstream. Hahaha.
Monggo KPK, bikin diklat dan workshop
untuk para presiden dan calon presiden. Para menteri kabinet dan yang punya
cita-cita menjadi menteri. Para gubernur dan calon atau yang ambisi menjadi
gubernur. Dan seterusnya, dari atas, tapi jangan lagi rakyat! Rakyat biarkan
menjadi penonton saja. Posting seluruh kegiatan workshop para pembesar negara
itu di media sosial secara terbuka. Kalau mereka tidak lulus, yang silakan
diberi pilihan yang sulit. Hahaha.
Lucu! Kita
tunggu saja hasilnya 20 tahun yang akan datang seperti apa kira-kira. Menurut data
hasil survey Lembaga Administrasi Negara pada tahun 2011 tercatat 1.053
koruptor di Indonesia. Itu yang tercatat, yang tidak tercatat berapa? Itu tahun
2011, kalau sekarang berapa? Hahaha.
Katakan tidak pada
korupsi! Memangnya
korupsi itu orang? Korupsi itu perbuatan bukan orang. Korupsi itu seperti
makhluk gaib! Suka ngobrol sama yang gaib ya? Yang orang itu koruptornya! Pantas
kalau sekarang merajalela perbuatan korupsi karena kita disarankan mengatakan tidak
pada korupsi. Kalau kepada koruptornya bilang: mana lagi? Hahaha.
Posting Komentar untuk "Pendidikan Anti Korupsi? Pemikiran Terbalik!"