Mengubur Pancasila Dalam-dalam (Satir)
”Suatu
bangsa akan besar dan kuat bukan oleh bangsa lain, demikian pula lemah dan
hancurnya juga bukan oleh bangsa lain, tetapi oleh bangsa itu sendiri” (Ryamizard
Ryacudu, 2008).
Sengaja kutipan
di atas disertakan dalam tulisan ini untuk sekedar refleksi tentang beberapa
pernyataan hasil investigasi sederhana. Beberapa pernyataan tersebut digali
dari komunikasi personal dari berbagai kalangan dan diakumulasi dengan
mewakilkan tiga nara sumber. Nara sumber tersebut berasal dari beberapa kota antara
lain Malang, Surabaya, dan Sumenep. Juga dari beberapa kota melalui kontak online.
Berikut beberapa pernyataan sebagian orang-orang Indonesia tentang Pancasila.
Sebut saja nama
orang pertama ini Pak Samad, 63 tahun, asal Sumenep. Menurutnya, dia sama
sekali tidak paham apa, mengapa, dan bagaimana tentang Pancasila. Yang ia tahu
hanyalah Pancasila disepakati sebagai dasar Negara, berlambang burung Garuda. Ia
juga memperkuat bahwa Pancasila itu penting karena di setiap sekolah dan kantor,
pasti dipajang Pancasila. Bagi Pak Samad yang ia tahu betul adalah .... (Red.
Maaf ia menyebut salah satu organisasi massa). Itu saja, sangat sederhana.
Orang Indonesia
yang lain, sebut saja Mas Bro Hendra, 23 tahun, asal Surabaya. Menurutnya
secara sadar dan jujur Pancasila adalah korban politik. Ditanya lebih mengapa ia
menyebutnya demikian, ia pun menjawab bahwa Pancasila telah diperkosa.
Pancasila telah dinodai kesuciannya untuk kepentingan oknum politisi. Pancasila
telah diselewengkan menjadi doktrin. Orang-orang pejabat tinggi bernaung di
bawah pengaruh saktinya Pancasila sehingga ia sendiri menyatakan bahwa ia benci
Pancasila. Dia alergi dengan kata Pancasila. Hmm.
Seseorang yang
lain, sebut saja Rini, 35 tahun, asal Kota Bunga, Malang. Janda ini menyatakan
bahwa ia dulu pernah hafal butir-butir Pancasila. Menurutnya, butir-butir
tersebut harus menjadi bagian dari ruh perilaku setiap orang Indonesia. Namun,
ia menyatakan miris ketika semua orang menyalahkan Pancasila bahkan pemerintah
mengubur Pancasila dan butir-butirnya. Lebih tragis lagi Pancasila dilenyapkan
dari materi pendidikan dan pembelajaran. Akhirnya ia merasa bahwa Pancasila
tidak efektif dijadikan sebagai pedoman dan pandangan hidup bangsa karena
Pancasila tidak mampu mengikat perilaku kehidupan orang-orang Indonesia.
Pernyataan yang cukup memikat.
Ada juga
seorang penulis terkenal, kawakan, dan senior menulis buku tentang watak orang-orang
Indonesia. Dalam buku tersebut
ia menceritakan sifat-sifat yang melekat pada orang-orang Indonesia. Ia katakan
dalam dua belas buah watak yaitu
pertama, munafik atau hipokrit. Kedua, enggan bertanggung jawab atas
perbuatannya. Ketiga, sikap dan perilaku yang feodal. Keempat, masih percaya
pada takhayul. Kelima, artistic tapi suka menjual warisan budaya. Keenam, lemah
dalam watak dan karakter. Ketujuh, tidak
hemat bahkan lebih suka berhutang untuk menikmati keinginannya. Kedelapan, pemalas. Kesembilan,
suka mengeluh. Kesepuluh, pencemburu dan dengki. Kesebelas, sok. Dan,
keduabelas, orang Indonesia peniru, plagiator hebat. Hmmm, untungya penulis ini
telah meninggal dunia, pertengahan 2004 lalu sehingga energi negatif yang ia
tulis melemah pengaruhnya.
Beberapa
pernyataan yang dihimpun di atas sangat tidak mencerminkan orang-orang
Indonesia yang Pancasilais. Atau dengan kata lain, orang-orang Indonesia sangat
tidak bermoral Pancasila. Apa benar demikian? Apakah boleh digeneralisasi seperti
itu? Melalui media ini, penulis, ingin memberikan satu konsepsi tentang
revitalisasi Pancasila yang didasarkan pada hasil pembasisan Pancasila selama 6
tahun, oleh Pergerakan Kebangsaan yang didokumentasikan pada tahun 2012. Konsepsi tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, adanya kesalahan persepsi dan atau sosialisasi tentang
mempersepsikan Pancasila sebagai kaidah moral individual, bukan sebagai dasar negara.
Sebagai dasar negara Pancasila itu
mengatur “budi pekerti” negara, bukan budi pekerti orang per orang warga Negara
Indonesia. Pidato Bung Karno tanggal 1 Juni 1945, yang kemudian dikenal sebagai
Lahirnya Pancasila, adalah untuk menjawab pertanyaan Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas dasar apakah negara Indonesia
nanti didirikan. Rapat-rapat BPUPKI tidak pernah membicarakan keutamaan moral orang
per orang warga negara dalam negara Indonesia yang akan didirikan nanti tapi
lebih pada moral Negara. Moral pelaksana amanah rakyat. Budi pekerti pengemban
amanah orang-orang Indonesia, bangsa Indonesia.
Kedua, kesalahan mempersepsikan bahwa seolah-olah Negara Pancasila itu
dapat terwujud ketika setiap hidung orang-orang Indonesia sudah hafal Pancasila,
butir-butirnya dan mengamalkannya sebagai keutamaan moral individual. Kalau
sekarang ini belum terwujud orang-orang Indonesia Pancasilais, itu karena masih
ada warga negara yang belum yakin betul atas Pancasila karena teladan yang
tampak dari aktor-aktor pengemban amanah Negara Indonesia belum tampak
mencerminkan moral Negara yang Pancasilais dan belum bisa dijadikan suri
teladan bagi orang-orang Indonesia.
Berpegang pada ketentuan normatif berdasarkan
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, bahwa sebagai pokok kaidah fundamental
Pancasila akan terwujud melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
negara, serta terungkap dalam praktik dan kebisaaan bertindak penyelenggara
kekuasaan negara. Kesimpulannya: (1) negara Pancasila akan terwujud kalau
peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh para penyelenggara negara
memang sudah benar-benar sesuai dengan Pancasila dan dilaksanakan sesuai dengan
semangat itu, dan (2) para penyelenggara negara, baik eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif mempunyai kebisaaan bertindak yang sesuai dengan norma-norma
Pancasila dan menghindari kebisaaan untuk menyiasati peraturan yang ada demi
kepentingannya sendiri atau golongan.
Simple. Sangat sederhana, tapi apakah dengan
sadar dan jujur para pengemban amanah rakyat sebagai penyelenggara negara berkenan
melakukan dua hal tersebut? Inilah masalah yang sebenarnya. Pancasila adalah
dasar negara, “Pokok Kaidah Fundamental Negara”) dan sebagai dasar negara
Pancasila mengatur perilaku negara, yang terwujud dalam pembuatan dan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan (konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah,
dan seterusnya) yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila serta terungkap dalam
praktek dan kebisaaan bertindak para penyelenggara kekuasaan negara.
Pancasila Sebagai
Cita-cita Moral Bangsa mempunyai akar
langsung pada kehendak sejarah suatu bangsa, dasar yang membentuk negara
tersebut, sebagai konsensus atau keputusan politik yang diambil oleh para
pendiri negara. Mengapa founding
fathers negara Republik Indonesia
dengan sepakat bulat menerima Pancasila sebagai konsensus dasar berdirinya negara
? Kalau kita ikuti “suasana kebatinan” yang terungkap dalam sidang-sidang
BPUPKI dan PPKI nampak jelas bahwa founding fathers kita
berupaya dengan semangat yang gigih untuk menetapkan dasar negara yang
dirumuskan sedemikian rupa hingga tiap-tiap suku, golongan, agama, dan
kebudayaan dapat menerimanya. Dengan
menerima Pancasila sebagai dasar negara, berarti tiap-tiap suku, golongan,
agama, dan kebudayaan bersedia untuk tidak memutlakkan cita-cita golongannya
sendiri, tetapi sekaligus juga tidak perlu mengorbankan identitasnya masing-masing.
What the next? Bagaimana ujud revitalitasi yang dapat dilakukan
agar orang-orang Indonesia tidak kehilangan identitas dan jati dirinya sehingga
tidak lagi dipandang rendah oleh bangsanya sendiri? Dengan semangat Kebangkitan
Pancasila ada dua solusi: pertama, mengembalikan konstruksi pemahaman Pancasila,
baik sebagai dasar negara maupun sebagai cita-cita moral bangsa. Kedua, dengan
melembagakan dan mengaplikasikan Pancasila secara benar. Pelembagaan Pancasila harus steril dari versi
lama bentukan kepentingan politik yang mengatasnamakan BP7. Langkah yang
pertama menentukan langkah berikutnya. Ketika itu tercapai, maka semaraklah
bunyi-bunyian tentang Pancasila dari ruang-ruang kelas, dari mulut-mulut
orang-orang Indonesia yang berharuman serta mempelangilah pesona orang-orang
Indonesia yang beradab dan beradat ke-Timur-an yang pernah hidup di masa silam.
Merdeka!
Posting Komentar untuk "Mengubur Pancasila Dalam-dalam (Satir)"